Saturday, January 12, 2013

Doubt



Sutradara: John Patrick Shanley's
Studio:  Miramax (2008) 
Pemeran: 

  • Meryl Streep sebagai Suster Aloysius Beauvier
  • Philip Seymour Hoffman sebagai Pastur Brendan Flynn
  • Amy Adams sebagai Suster James
  • Viola Davis sebagai Mrs. Miller
  • Joseph Foster sebagai Donald Miller
  • Alice Drummond sebagai Suster Veronica
  • Paulie Litt sebagai Tommy Conroy
Setting: Bronx, 1964
Tag di laptop saya: "Fantasy and Brain Freeze"
Seorang suster mengandalkan intuisinya untuk membongkar hubungan yang tidak normal antara seorang Pastur dan Putra Altar. Kompleksnya masalah ini adalah sang Suster terikat kaul dengan Gereja yang ketat, yang menjadikan sang Pastur sebagai atasannya. Sang Pastur juga adalah romo yang sangat populer di kalangan umat, sedangkan si Putra Altar adalah anak kulit hitam yang tidak bahagia di rumah.

Berdasarkan drama yang ditulis oleh sang sutradara.
Rating: 3,5 dari 5



Cerita berfokus di sekolah Katolik St. Nicholas di Bronx, 1964. Pembunuhan J.F. Kennedy di tahun sebelumnya membawa dampak politik dan mental yang jelas di kawasan tersebut. Tak terkecuali, St. Nicholas pun menerima seorang murid kulit hitam pertama di sekolah itu, Donald Miller. Selain menjadi murid di sekolah tersebut, Donald menjadi Putra Altar di Gereja setempat, melayani Pastur Flynn bersama Jimmy, teman sekolahnya dan sesama Putra Altar.
Di sekolah itu, Suster Aloysius adalah kepala sekolah yang galak dan disiplin. Dia percaya akan watak jelek manusia, dan dia percaya murid-murid harus dikendalikan dengan hukuman supaya bisa disiplin. Di sisi lain, Suster James adalah guru yang lembut dan keibuan. Ia menyukai murid-muridnya dan senang mengajar Sejarah. Pastur Flynn juga mengajar di sekolah itu dan menjadi salah satu guru favorit di sekolah. Pastur Flynn terutama menjadi 'pelindung' bagi Donald, supaya dia tidak diganggu murid lain karena warna kulitnya beda.
Pada suatu hari Suster James mencium gelagat yang tidak baik tentang hubungan sang Pastur dengan Donald. Pastur memanggil Donald ke pastoran, dan ketika Donald kembali, mulutnya berbau alkohol dan sikapnya menjadi sangat aneh. Suster James melaporkannya pada Suster Aloysius, kemudian mereka berdua menanyai Pastur Flynn secara pribadi. Pastur membantah memiliki hubungan yang tidak pantas dengan Donald. Suster James percaya, sementara Suster Aloysius bertekad membongkar skandal itu sampai akarnya dan mengusir Pastur Flynn dari sekolah.


Kekuatan dari film ini bukanlah cerita, setting, atau efek visual yang hebat. Tulang punggung film ini malahan adalah karakter, karakterisasi, simbol-simbol, dan dialog yang tajam dan bernas.
Dalam 1,5 jam, karakter Suster Aloysius bisa dikupas dari permukaannya yang galak dan disiplin, menjadi bertekad, konservatif, dan baik hati. Ia bertekad menghapus kejahatan yang berselubung karisma dan kepopuleran sang pastur, walaupun ia sendiri tidak populer dan ditakuti.
Suster James, lemah lembut luar dalam, terlihat kelemahannya bahwa ia tidak sanggup melihat yang jahat di dalam selubung yang baik. Ketika Suster James berubah menjadi galak di kelas, itu malah menunjukkan kelemahan hatinya yang gampang dipengaruhi.
Karakter Pastur Flynn juga kontradiktif. Kita dengan mudah dibuat mencintai pastur ini dan dibuat percaya bahwa sebenarnya ia tidak berbuat jahat pada Donald.
Penampilan yang patut diberi acungan jempol juga adalah penampilan 11 menit dari Viola Davis yang menjadi ibu Donald. Dialognya melontarkan pertanyaan-pertanyaan tajam mengenai kepercayaan, bukan hanya mengenai busuknya Pastur Flynn, tapi bisa juga ditempatkan pada bingkai iman setiap agama. Lewat dialog Mrs. Miller, rumitnya rumah tangga kulit hitam di Bronx pun terungkap. Karakter Mrs. Miller adalah perwujudan perempuan pekerja keras yang berusaha mencari uang, membesarkan anak, dan melayani suami sekaligus. Donald Miller adalah perwujudan anak produk keluarga seperti itu, yang berusaha keras membanggakan ibunya dan menghindari pukulan ayahnya.
Cerita yang sederhana dan setting tempat yang sempit dimanfaatkan secara maksimal untuk mengeksplorasi semua karakter itu, dan masih juga menyisakan pesan untuk kita pikirkan setelah menontonnya.
Walaupun jelas bukan pilihan film natal yang ceria, di film ini ditampilkan banyak lagu-lagu natal gerejawi yang bagus.
Film ini tentu saja agak kontroversial karena mengambil bingkai gereja dan sekolah Katolik. Tapi sebenarnya pertanyaan mengenai keraguan itu bisa ditempatkan dalam agama mana saja.

Kutipan
 Father Brendan Flynn: I can fight you.
Sister Aloysius Beauvier: You will lose.


Sister Aloysius Beauvier: I will step outside the church if that's what needs to be done, 'til the door should shut behind me! I will do what needs to be done, though I'm damned to Hell! You should understand that, or you will mistake me. 


Sister Aloysius Beauvier: [to Sister James] What have you seen?
Sister James: It is unsettling to look at people with suspicion. I feel less close to God.
Sister Aloysius Beauvier: When you take a step to address wrongdoing, you are taking a step away from God, but in his service. What have you seen?


 Mrs. Miller: You can't hold a child responsible for what God gave him to be.

 Sister Aloysius Beauvier: Maybe we're not supposed to sleep so well.

 Father Brendan Flynn: [to Sister James] There are people who go after your humanity, Sister, that tell you that the light in your heart is a weakness. Don't believe it. It's an old tactic of cruel people to kill kindness in the name of virtue.

 Sister James: They're all uniformly terrified of you.
Sister Aloysius Beauvier: Yes, that's how it works.


 Sister Aloysius Beauvier: In the pursuit of wrong doings, one steps away from God.


Simbol-simbol:
Bola lampu di ruang kepala sekolah yang selalu mati setiap kali ada yang marah-marah.
Badai angin di kawasan tersebut.
Mata yang serba melihat di jendela stained-glass
Pena ballpoint, gula, kuku panjang, lagu-lagu natal yang sekuler, simbol-simbol kelonggaran di sekolah yang ditentang oleh Suster Aloysius

Adegan yang Pantas diingat
Ketika Suster Aloysius bertengkar dengan Pastur Flynn berdua di ruang kepala sekolah. Benar-benar penampilan yang bagus dari Streep.

Ketika para suster mengawali rutinitas pagi dengan bangun subuh-subuh di hari yang hujan dan berangin.

Ketika diperlihatkan perbedaan antara suasana makan malam para suster yang sederhana dan tegang dengan suasana makan malam para pastur yang hangat, ceria, dan mewah.

Di akhir film kekuatan dan ketegaran Suster Aloysius runtuh ketika ia mengaku pada Suster James bahwa ia memiliki keraguan. Keraguan mengenai apa itu, diserahkan pada penonton untuk menebaknya.

Film-film lain:
Meryl Streep: The Hours, The Iron Lady, Julie and Julia
Amy Adams: Julie and Julia, Junebug, The Master
Viola Davis: The Help 



 

Thursday, January 10, 2013

This is Spinal Tap


David St. Hubbins: We are Spinal Tap from the UK - you must be the USA!


Sutradara: Rob Reiner
Studio: 
Embassy Pictures
StudioCanal
Tahun: 1984
Wajah-wajah terkenal: 

Setting: Amerika, 1982
Tag di laptop saya: "Comedy"
Band heavy metal Inggris tour ke Amerika, mengalami semua hal rock 'n roll yang dikomedikan.
Rating: 2,5 dari 5


Dengan style dokumentasi yang sangat meyakinkan, film ini adalah film yang sangat-sangat lucu dan bego tentang sebuah band rock Inggris bernama Spinal Tap. Mereka benar-benar menyindir dunia rock n roll, dengan make up yang lebai, rambut yang aneh, lagu-lagu jelek, artwork seksis yang wagu, aksi panggung yang gagal, groupies yang menyebalkan, herpes di mulut, jumlah fans yang menurun, acara penandatanganan album besar-besaran tanpa ada fans yang datang, gig yang dibatalkan, gig yang tidak pas (band heavy metal di acara dinner tentara? hair metal di taman ria?)... pokoknya semua yang bisa terjadi pada sebuah band rock.

Bahkan mereka menceritakan tentang gonta-ganti drummer karena setiap drummer mereka selalu terkutuk kematian mendadak. Mereka juga menyindir band-band yang selalu gonta-ganti genre setiap trend berganti. Para aktor Amerika ini juga bikin mock aksen Inggris yang nyebelin banget, terutama basisnya yang mirip Lemmy Motorhead.
Film yang bagus untuk bikin anak-anak band ketawa. Juga sangat 90an untuk film yang dibuat tahun 80an


Kutipan
Mick: As long as there are sex and drugs, you know, I can live without the rock 'n roll part.

Derek Smalls: We're lucky.
David St. Hubbins: Yeah.
Derek Smalls: I mean, people should be envying us, you know.
David St. Hubbins: I envy us.
Derek Smalls: Yeah.
David St. Hubbins: I do.
Derek Smalls: Me too.


Derek Smalls: We're very lucky in the band in that we have two visionaries, David and Nigel, they're like poets, like Shelley and Byron. They're two distinct types of visionaries, it's like fire and ice, basically. I feel my role in the band is to be somewhere in the middle of that, kind of like lukewarm water.

Bobbi Flekman: Money talks, and bullshit walks.

Bobbi Flekman: You put a *greased naked woman* on all fours with a dog collar around her neck, and a leash, and a man's arm extended out up to here, holding onto the leash, and pushing a black glove in her face to sniff it. You don't find that offensive? You don't find that sexist?
Ian Faith: This is *1982*, Bobbi, c'mon!
Bobbi Flekman: That's *right*, it's 1982! Get out of the '60s. We don't have this mentality anymore.
Ian Faith: Well, you should have seen the cover they *wanted* to do! It wasn't a glove, believe me.


Adegan yang patut diingat:
Aksi panggung hebat di mana kedua gitaris dan basis terkurung dalam cangkang. Ketika lagu berjalan satu persatu cangkang itu terbuka, tapi cangkang si basis tidak mau terbuka. Cangkang itu baru terbuka ketika lagu selesai, dan kedua gitaris sudah kembali dalam cangkangnya. Ya slapstick-slapstick macam itu.

Ketika mereka tersesat di backstage dan harus berputar-putar di gedung dengan dandanan lengkap untuk menemukan panggungnya.


I can live without the rock 'n roll!

Dorian Gray



Sutradara: Oliver Parker
Studio: 
Alliance Films
UK Film Council
Ealing Studios
Tahun: 2009
Wajah-wajah terkenal: 
Ben Barnes (Dorian)
Colin Firth (Lord Henry)
Ben Chaplin (Basil)
Rachel Hurd-Wood (Sybil Vane)
Fiona Shaw (Aunt Agatha)
Setting: London, era Victoria
Tag di laptop saya: "Fantasy and Brain Freeze"
Pewaris muda yang masih lugu berubah menjadi penyembah hedonisme. Menjual jiwanya ke iblis sehingga bentuk fisiknya tetap muda dan tampan, setiap dosa yang ia lakukan merusak tampilan fisik lukisan potretnya.
Diangkat dari novel karya Oscar Wilde The Picture of Dorian Gray. Tapi beberapa kritikus

Oscar Wilde


mengatakan bahwa film ini tidak terlalu mengikuti plot cerita di buku. Saya belum baca sih jadi ga tau.
Rating: 3 dari 5








Dorian Gray hidup jauh dari kakeknya yang jahat. Ketika kakeknya meninggal, Dorian menjadi satu-satunya pewaris kekayaan keluarga Gray yang sangat banyak. Ia pun pindah ke London, tinggal di rumah besar kakeknya, dan berteman dengan sosialita di sana. Dorian berkenalan dengan Basil, pelukis muda berbakat yang melukis potretnya. Dengan sempurna, Basil menangkap keindahan fisik Dorian, dan Dorian pun menjadi sadar bahwa dia itu ternyata sangat, sangat ganteng.
Lord Henry Wotton, seorang sosialita juga, menakut-nakuti Dorian bahwa kegantengan itu akan segera rusak oleh usia dan luka-luka yang bisa ia derita. Dengan main-main ia menantang Dorian untuk menjual jiwanya pada iblis supaya tetap bisa awet muda. Dorian menyanggupinya. Sejak saat itu, Setiap dosa yang ia lakukan atau luka yang ia alami akan ditanggung oleh lukisannya. Dengan tuntunan Lord Henry, Dorian menjadi hedonis muda yang menikmati seks, alkohol, dan segala macam hiburan sampai melebihi batas.
Puncaknya, Dorian membunuh Basil yang mengetahui rahasia lukisan itu. Setelah itu Dorian pergi keliling dunia untuk menjelajahi semua jenis pemenuhan hawa nafsu. Ia mengajak Lord Henry, tapi ternyata nyali Lord Henry tidak sebesar omongannya.


Film ini lumayan juga lho, paling ga Ben Barnes bisa berubah dari anak culun jadi sangat sangat sangat seksi. Colin Firth juga did a good job untuk karakternya yang menyebalkan. Filmnya agak gelap dan menonjolkan sisi horornya. Tapi mungkin horor jaman Victoria berbeda dengan horor jaman sekarang ya.




Kutipan

 Dorian Gray: [trying to decline women and drink at a brothel] Well, perhaps I have a stronger conscience.
Lord Henry Wotton: [dismissively] 'Conscience.' It's just a polite word for 'cowardice.' No civilized man regrets a pleasure.


 Lord Henry Wotton: What are you?
Dorian Gray: I am what *you* made me! I lived the life that you preached... but never dared practice. I am everything, that you were too afraid to be.


 Emily Wotton: Hmm... I hope you're not also a dreary old cynic?
Dorian Gray: What is there to believe in?
Emily Wotton: Our developments.
Dorian Gray: All I see is decay.
Emily Wotton: For the religion.
Dorian Gray: Fashionable substitute for believe.
Emily Wotton: Art.
Dorian Gray: Formality.
Emily Wotton: Love.
Dorian Gray: An Illusion.
Lord Henry Wotton: Bravo!


 Lord Henry Wotton: There's no shame in pleasure. Man just wants to be happy. But society wants him to be good. And when he's good, he's rarely happy. But when he's happy, he's always good.


 Lord Henry Wotton: The only way to get rid of a temptation, is to yield to it.


Adegan yang layak diingat
Ketika Dorian 'do' seorang nyonya rumah yang sedang mengadakan pesta debut putrinya. Putrinya menunggu mereka ngefuck di bawah ranjang.


Ketika diperlihatkan adegan-adegan hedonis Dorian dan dibandingkan dengan acara minum teh yang sopan yang tenang.







God Bless America



Sutradara: Bobcat Goldthwait
Studio:  Darko Entertainment
Tahun: 2011
Wajah-wajah terkenal: 
Joel Murray (Frank)
Tara Lynne Barr (Roxy)
Mackenzie Brooke Smith (Ava)
Melinda Page Hamilton


Setting: Amerika, 2011
Tag di laptop saya: "Fantasy and Brain Freeze" (tapi langsung aku hapus)
Lebih baik saya pinjam review dari rotten tomatoes yang menurut saya sangat menggambarkan:
"It's about a terminally ill man who decides that if he is going to die, he is going to grab a gun and take a whole bunch of obnoxious people with him.:
Rating: 1,5 dari 5

Frank Murdoch, seorang karyawan, setengah baya, 'Caucasian', duda cerai, yang hidup sendirian di apartemennya, menderita sakit kepala berkelanjutan dan insomnia. Kalau tidak bisa tidur, hiburannya adalah menonton televisi malam-malam, padahal tidak pernah ada acara yang sesuai dengan seleranya. Dia merasa acara-acara televisi telah merusak mental Amerika. Contohnya tetangganya yang sangat mengganggu (Frank merasa terganggu padahal sebenarnya mereka tidak pernah mengganggunya), yang adalah contoh nyata produk penonton televisi. Saking sebalnya, Frank sering membayangkan menembak tetangganya itu beserta bayi mereka yang gendut, umbelen, dan tukang nangis.

Rekan-rekan kantornya juga adalah produk penonton televisi. Mereka suka sekali melihat Steven Clarkson, peserta talent show (mock version dari American Idol) yang sama sekali tidak punya talent (kecuali tabah jadi bahan tertawaan seluruh Amerika itu bakat) menyanyi dengan sangat fals di televisi. Selain itu ada juga acara reality show tentang Chloe, seorang queenbee SMA yang akan merayakan ulang tahun ke 16-nya di TV. Chloe is a real spoiled brat, kerjaannya teriak-teriak sama ortunya, cari baju sampai Paris, dan tidak pernah puas sama apapun. Ava, anak perempuan Frank yang tinggal bersama ibu dan pacar ibunya, sangat mungkin akan tumbuh menjadi seperti Chloe.

Suatu hari Frank dipecat dari kantornya karena alasan yang sangat tidak masuk akal. Tidak lama kemudian dokter Frank memberitahunya bahwa sakit kepalanya adalah akibat tumor otak yang besar dan ganas. Mengoperasinya sama berbahayanya dengan membiarkannya saja. Maka Frank pulang, mengambil pistolnya, dan berniat bunuh diri sambil membiarkan TV menyala. Tapi ia mengurungkan niatnya, menunggu sampai pagi, pergi ke sekolah Chloe, dan membunuh Chloe di dalam mobilnya yang baru.

Teman sekolah Chloe, Roxy, melihat semua itu, dan malah jadi bersemangat. Roxy berkenalan dengan Frank. Berdua, mereka memulai petualangan mereka berkeliling Amerika, membunuhi orang-orang yang membuat Amerika jadi lemah mental lewat televisi.



Film ini sangat ga mutu.
Plot aneh.
Akting jelek.
Dialog-dialog tidak cerdas.
Kebanyakan dialog Frank dan Roxy adalah kalimat-kalimat yang akan kalian jadikan kutipan. Tapi bukan kutipan namanya kalau seluruh dialog itu adalah pesan slogan.
Karakter-karakter tidak cukup rumit, hanya mewakili satu sifat saja, seakan-akan tidak punya sisi lain.
Misalnya Roxy, yang merasa sangat terganggu dengan Green Day, Fall Out Boys, Juno dan Glee... menurutku Roxy ini sebenarnya juga produk televisi Amerika. Hanya produk gagal jadi seragam. Bahwa Roxy dan Frank merasa sangat terganggu dengan produk-produk populer itu sebenarnya hanya menunjukkan bahwa mereka sangat peduli dengan para selebriti itu, dan mungkin diam-diam malah menikmatinya. They just pretend that they are too good to enjoy those 'craps'.
Menurut saya, film ini gagal menyuguhkan pesannya lewat seluruh instrumen film. Ide mental bangsa yang turun karena televisi itu bagus banget, tapi di tangan orang-orang yang lebih tepat, pasti akan lahir film yang jauh lebih baik.




Kutipan
Silakan cari kutipan sendiri. Seluruh dialog di film ini adalah bagian-bagian pidato panjang yang intinya adalah "People Suck."

Adegan yang Layak Diingat
Frank dan Roxy membunuh beberapa penonton di bioskop karena ngobrol dan tidak mematikan handphone.

Cewek di reality show melempar tampon bekas ke temannya. iuh.

Friday, January 4, 2013

The Hobbit: An Unexpected Journey




Sutradara: Peter Jackson
Distribusi: New Line Cinema, Metro-Goldwyn Mayer, WingNut Films
Tahun: 2012
Wajah-wajah terkenal: 
Martin Freeman
Ian McKellen
Elijah Wood
Setting: Middle-Earth, jaman itulah
Tag di laptop saya: "Fantasy and Brain Freeze"   
Awal dari perjalanan takterduga dari seorang hobbit baik hati yang membantu 13 kurcaci merebut kembali kerajaan mereka di dalam gunung.
 Rating: 3,8 dari 5




Sebelum pesta besar ulang tahunnya yang ke 111, Bilbo Baggins memutuskan untuk menuliskan kisah petualangannya kepada keponakan tersayangnya, Frodo. Petualangan itu berkisah tentang bagaimana ia bergabung dengan 13 kurcaci dan Gandalf yang berangkat ke Gunung Sunyi untuk merebut kembali Erebore, kerajaan kurcaci yang dihancurkan Smaug sang naga bernapas api.
Rombongan itu dipimpin Thorin Oakenshiled, kurcaci petarung gagah perkasa, keturunan Thror dan Thrain. Ia menelan kepahitan melihat kakek dan ayahnya dibunuh Raja Orc, Azog, dan bersumpah akan membalas dendam. Ia juga benci pada Peri karena mereka berteman dengan Erebore di masa jaya tapi meninggalkan mereka di masa susah. Dalam perjalanan ini, Thorin dan rombongannya berkesempatan bertarung dengan Orc, berbaikan dengan Peri, lolos dari Goblin dan Troll, dan khusus Bilbo, lolos dari cengkeraman Gollum dan malah berhasil mencuri cincin ajaibnya.

Film ini bagus sekali secara visual, benar-benar menyuguhkan roller-coaster 3D bagi penonton. Tapi lama-lama agak capek juga sih nonton perang antar makhluk terus menerus.
Selain itu, Peter Jackson agak terlalu berlebihan dalam merenggangkan cerita. The Hobbit-nya Tolkien adalah buku cerita anak-anak yang tipis, tapi Jackson mengembangkannya menjadi satu seri berisi tiga film masing-masing berdurasi 3 jam. Serius, capek mata saya waktu habis nonton. Apalagi saya nonton pas tengah malam, dengan kacamata dobel pula (kacamata minus 4 yang didobel kacamata 3D, numpuk di hidung saya yang pesek).

Peter Jackson juga terlalu bebas mengubah cerita. Buat saya yang bukan penggemar The Lord of The Rings dan baru baca The Hobbit saja, saya akan merasa bahwa film ini seperti diangkat dari buku yang lain. Ada banyak sekali perbedaan di sini, misalnya munculnya Saruman, Lady Galadriel, Radagast, dan Necromancer. Disebut-sebut juga Sauron dan Dol Guldur. Seingat saya juga, di buku tidak ada Orc, yang naik Warg (serigala jahat) itu Goblin. tapi di film ada Goblin dan Orc yang bagi-bagi fungsi. Peter Jackson memperlakukan film ini bukan sebagai pengangkatan suatu dongeng tersendiri, tapi malahan sebagai pelengkap dari trologinya yang terdahulu, The Lord of the Rings.

Karakteristik Bilbo juga agak berbeda di film. Bilbo seharusnya tetap ramah pada kurcaci dan Gandalf walau mendongkol waktu mereka berpesta di rumahnya, sementara di film dia terang-terangan menolak kehadiran mereka. Sejujurnya saya agak kecewa sama aktingnya Martin Freeman. Selain itu, di awal film terlihat Bilbo yang sudah tua. Padahal di buku The Lord of the Rings (saya cuma baca awalnya saja kok) Bilbo digambarkan tidak pernah terlihat bertambah tua dari sejak pulang dari petualangannya di umur 50 tahun.

Selain itu, saya juga tidak mengira Thorin akan segagah dan sesangar itu, sangat tidak mirip kurcaci. Kalau kurcaci yang lain, boleh deh. Terutama make up hidung dan janggutnya yang oke banget.


Tapi oke lah, film ini tetap boleh banget kok. Apalagi mereka menyuguhkan pemandangan padang rumput dan pegungan yang baguuus banget. Penggambaran Troll, Gollum, dan Raja Goblin juga keren banget! Adegan paling keren mungkin waktu Bilbo berteka-teki dengan Gollum. Makhluk itu terlihat sangat-sangat sedih, dan karenanya membuatnya terlihat sangat-sangat mengerikan. Nyanyian-nyanyian kurcaci juga digubah jadi theme yang oke untuk petualangan mereka ini.

Mungkin kalau nonton The Hobbit, kita harus paling ga nonton The Lord of The Rings dulu untuk bisa mendapatkan background knowledge yang cukup untuk memahami dan menikmati cerita epik yang kompleks ini.


Kutipan:
 Gandalf: True courage is not knowing when to take a life, but when it spare it. 

 
Bilbo: [looks at sword]
Balin: I wouldn't bother, laddie. Swords are named for great things they do in battle. That's more of a... letter opener.


Thorin: Where did you go, if I may ask?
Gandalf: To look ahead.
Thorin: and what brought you back?
Gandalf: Looking behind. 



Gandalf: I found it is the small everyday deeds of ordinary folk that keep the darkness at bay... small acts of kindness and love.
 
 
Gandalf: Your Old Took's great-granduncle Bullroarer was so huge [for a hobbit] that he could ride a horse. He charged the ranks of the goblins of Mount Gram in the Battle of the Green Fields, and knocked their king Golfibul's head clean off so that it sailed a hundred yards through the air and went down a rabbit-hole, and the battle was won-- and the game of Golf was invented at the same time.




Gandalf: The world is not in your maps and books. It's out there.


Gollum: Oh, we like goblinses, batses, and fishes, but we hasn't tried Hobbitses before.



Gandalf: Every good story deserves to be embellished.




Bilbo Baggins: I'm going on an adventure!


 Gandalf: You'll have a tale or two to tell when you come back.
Bilbo Baggins: You can promise that I will come back?
Gandalf: No. And if you do, you will not be the same.


 Gandalf: Home is now behind you. The world is ahead.



 Bilbo Baggins: Why don't we have a game of riddles and if I win, you show me the way out of here?
Gollum: And if he loses? What then? Well if he loses precious then we eats it! If Baggins loses we eats it whole!
Bilbo Baggins: Fair enough.




 Bilbo Baggins: Good morning.
Gandalf: What do you mean? Do you wish me a good morning or mean that it is a good morning whether I want it to be or not or that you feel good this morning or that it is a morning to be good on?
Bilbo Baggins: All of them at once.



 Bilbo Baggins: [to the trolls, about cooking the dwarves] Well, I mean, have you smelled them? You're going to need something a lot stronger than sage before you can plate this lot up!



Thorin Oakenshield: Forgive me for doubting you.
Bilbo Baggins: No, it's fine. I would have doubted me too. 









rombongan kurcaci, dengan Thorin di tengah


 Pemeran:
  • Martin Freeman sbg Bilbo Baggins (Love Actually)
  • Ian McKellen sbg Gandalf (King Lear, The Prissoner, The Golden Compass, Gods and Monsters, Richard III)
  • Ricahrd Armitage sbg Thorin Oakenshield (Robin Hood, Spooks)
  • Ken Scott sbg Balin
  • Aidan Turner sbg Kili
  • Dean O' Gorman sbg Fili
  • Stephen Hunter sbg Bombur
  • Cate Blanchett sbg Galadriel (Elizabeth, Babel, Notes on Scandal, I'm Not There)
  • Ian Holm sbg Bilbo Baggins tua (Sweet Hereafter)
  • Elijah Wood sbg Frodo Baggins (The Adventures of Huck Finn)
  • Andy Serkis sbg Gollum (King Kong, The Adventure of Tin Tin, Rise of the Planet of the Apes, Longford, Sex & Drugs & Rock 'n Roll)
  • Manu Bennett sbg Azog the Defiler
  • Barry Humphries sgb Great Goblin 

Wednesday, January 2, 2013

The King's Speech





Sutradara: Tom Hooper
Studio: UK Film Council, See-Saw Films, Bedlam Productions
Distribusi: Momentum Pictures (Inggris), The Weinstein Company (AS), Transmission Films (Australia)
Tahun: 2010
Wajah-wajah terkenal: 
Colin Firth

Geoffrey Rush
Helena Bonham Carter
Michael Gambon
Timothy Spall
Setting: Inggris (1925-1939)
Tag di laptop saya: "Real People True Story" 
 
Pangeran gagap yang terpaksa jadi Raja, menggantikan ayahnya yang hebat dan kakaknya yang berkarisma. Menemukan penyembuhan lewat seorang 'teman' yang 'setara' dan bersedia mendengarkan.
Rating: 4,8 dari 5





Pada tahun 1925, Albert the Duke of York (Firth) yakin ia tidak akan sembuh dari penyakit gagapnya. Semua ahli medis speech organ di kalangan Istana gagal menyembuhkannya. Istrinya, Elizabeth the Duchess of York, menemukan seorang speech therapist di tengah kota London. Walaupun sudah diperingatkan bahwa Lionel Logue, terapis tersebut, tidak ortodoks dan kontroversial, Elizabeth, menyamar sebagai Mrs. Johnson, menemui Logue dan memintanya menyembuhkan suaminya. Pertamanya Logue menolak karena syarat-syaratnya tidak dipenuhi. Bahkan ketika ia tahu bahwa Mr. dan Mrs. Johnson sebenarnya adalah The Duke and The Duchess of York, ia meminta pasiennya mengikuti syarat-syaratnya, antara lain terapi dilakukan di flatnya yang sederhana di London, dan ia meminta kesetaraan dan kepercayaan penuh dari pasiennya.
Dalam prosesnya, Sang Pangeran sering kali melawan dan marah-marah, tapi Logue sabar dan akhirnya mereka menemukan kemajuan. Logue menemanggil The Duke dengan panggilan akrabnya Bertie, menyuruh sang pangeran memanggilnya Lionel, dan mereka menjadi teman baik. Mereka meninjau kenangan-kenangan buruk di masa kecil Bertie yang ternyata berkontribusi terhadap penyakit gagapnya.
Di tahun 1936 Bertie harus menggantikan kakaknya King Edward VIII yang memilih menikahi 'janda Amerika yang sudah pernah cerai dua kali'. Bertie, Albert the Duke of York pun mau tak mau menjadi King George VI. Menggantikan dua figur Raja yang hebat, ayahnya George V dan kakaknya sendiri, Bertie merasa terbayang-bayangi. Apalagi penyakit gagapnya belum sembuh dan ancaman perang dari Jerman semakin nyata.
Tantangan pertamanya sebagai Raja adalah pidato perang di tahun 1939 yang disiarkan ke seluruh negeri dan kekaisaran (kurang lebih seperempat populasi manusia di dunia). Namun dengan didampingi Lionel Logue, pidato tersebut disampaikan dengan baik dan Sang Raja pun menemukan keberanian serta kepercayaan dirinya. Logue selalu mendampingi Sang Raja dalam setiap pidatonya, yang kemudian menjadi penghiburan dan sumber kesatuan bagi warga Inggris yang sedang bersiap menghadapi Perang Dunia kedua sebelum sembuh benar dari ngerinya Perang Dunia pertama.


Film ini sangat-sangat bagus, menggabungkan kompleksitas yang bisa terjadi di antara ketatnya aturan menjadi anggota kerajaan, publisitas yang takterhindarkan, dan krusialnya teknologi penyiaran (broadcasting) dalam politik dan kesatuan negara. Dialog-dialognya cerdas dan khas Inggris.
Saya jadi speechless.


Kutipan

Lionel Logue: Please don't smoke. I believe sucking cigarette smoke into your lungs will kill you.
George 'Bertie' VI: I need to relax. My physicians say it relaxes the throat.
Lionel Logue: They're idiots.
George 'Bertie' VI: They've all been knighted.
Lionel Logue: Makes it official then.



King George VI: [Sees Logue is sitting on the coronation throne] What are you doing? Get up! You can't sit there! GET UP!
Lionel Logue : Why not? It's a chair.
King George VI : No, that. It is not a chair. T-that... that is Saint Edward's chair.
Lionel Logue : People have carved their names on it.
King George VI : [Simultaneously] That... chair... is the seat on which every king and queen has... That is the Stone of Scone you ah-are trivializing everything. You trivialize...
Lionel Logue : [Simultaneously] It's held in place by a large rock. I don't care about how many royal arseholes have sat in this chair.
   


King George V: In the past all a King had to do was look respectable in uniform and not fall off his horse. Now we must invade people's homes and ingratiate ourselves with them. This family is reduced to those lowest, basest of all creatures, we've become actors!

 The Duke of York: We're not a family, we're a firm.



 Lionel Logue: You have such perseverance Bertie, you're the bravest man I know.


 
Lionel Logue: You still stammered on the 'W'.
King George VI: Well I had to throw in a few so they knew it was me.


Lionel Logue: You don't need to be afraid of things you were afraid of when you were five. 


Princess Elizabeth: [Watching a newsreel of Hitler] What's he saying?
King George VI: I don't know, but he seems to be saying it rather well.


King Edward VIII: Sorry, I've been terribly busy.
The Duke of York: Doing what?
King Edward VIII: Kinging.


Myrtle Logue: Will their majesties be staying for dinner?
Queen Elizabeth: We would love to, such a treat. but alas a prior engagement. Such a a pity.


Queen Elizabeth: [Using the name "Mrs. Johnson"] My husband's work involves a great deal of public speaking.
Lionel Logue: Then he should change jobs.
Queen Elizabeth: He can't.
Lionel Logue: What is he, an indentured servant?
Queen Elizabeth: Something like that.  





King George VI: If I'm King, where's my power? Can I form a government? Can I levy a tax, declare a war? No! And yet I am the seat of all authority. Why? Because the nation believes that when I speak, I speak for them. But I can't speak.


King George VI: [as he prepares to broadcast his wartime speech] However this turns out, I don't know how to thank you.
Lionel Logue : [after a pause] Knighthood?  



Lionel Logue: Why do you stammer so much more with David than you ever do with me?
King George VI : 'Cos you're b... bloody well paid to listen.
Lionel Logue
: Bertie, I'm not a geisha girl. 


 Myrtle Logue: [see the Queen at her dining table, stunned] Y - you...?
Queen Elizabeth : It's 'Your Majesty' the first time. After that, it's 'ma'am', as in 'ham'. Not 'ma'am', as in 'palm'. 



King George VI: If we were equals, I wouldn't be here. I'd be at home with my wife, and no one would give a damn. 


King George VI: Waiting for a king to apologize, one can wait a long wait.


King George VI: Every monarch in history has succeeded someone who is dead. Or just about to be. My predecessor's not only alive, but very much so. Bloody mess. Can't even give them a Christmas speech.
Lionel Logue : Like your dad used to do.
King George VI
: Precisely.
Lionel Logue
: He's not here anymore.
King George VI
: Yes he is: he's on that shilling I gave you.
Lionel Logue
: Easy enough to give away. You don't have to carry him around in your pocket. Or your brother. You don't need to be afraid of the things you were afraid of when you were five. 







Pemeran:



 

Pembunuhan di Wisma Pendeta





Pembunuhan di Wisma Pendeta
Christie, Agatha. Pembunuhan di Wisma Pendeta. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2002.
Pengarang: Agatha Christie
Alih bahasa Indonesia: A. Adiwiyoto
Judul asli: The Murder at the Vicarage (1930), diterbitkan oleh Collins Crime Club (Inggris) dan Dodd Mead and Company (Amerika Serikat)
Setting: Desa fiktif, St. Mary Mead, di Inggris sekitar akhir 1920-an atau awal 1930-an

Sinopsis
Leonard Clement adalah suami yang menggemaskan bagi Griselda, paman yang baik bagi Dennis, dan pendeta yang selalu bisa diandalkan oleh penduduk desa St. Mary Mead. Desa ini sepi dan terpencil, dihuni orang-orang yang tidak menarik. Hampir tidak ada petualangan luar biasa yang bisa terjadi di desa ini. Saking monotonnya kehidupan di desa, kebanyakan penduduk desa sangat suka bergosip dan suka sekali membesar-besarkan hal-hal sepele karena mereka begitu rindu akan drama kehidupan. Pendeta Clement selalu berusaha mentoleransi gunjingan-gunjingan tidak penting di antara ibu-ibu tua jemaat gereja, sambil selalu berusaha menebak apa yang ada di pikiran istrinya yang masih sangat muda dan kekanak-kanakan.
Pak Pendeta selalu punya hal-hal untuk dipikirkan. Permasalahan moral di desa biasanya lebih sederhana daripada di kota, tapi karena semua orang di desa saling kenal dan penduduknya lebih sedikit, suatu skandal kecil akan mengundang perhatian semua orang. Misalnya kedatangan Mrs. Lestrange, nyonya muda sangat cantik yang misterius yang tinggal di sebuah pondok di desa. Semua orang menggunjingkannya karena ia terlihat terlalu mahal bagi orang yang memilih terdampar di desa terpencil itu. Selain itu tidak pernah nampak ada seorang Mr. Lestrange yang mendampinginya sehingga muncul spekulasi, apakah ia seorang janda ataukah ia punya masalah dengan rumah tangganya.
Ada juga seorang arkeolog bernama Dr. Stone yang menggali suatu situs di desa itu. Ia tinggal di Blue Boar, penginapan lokal, dengan sekretarisnya yang sangat muda dan seksi, Miss Gladys Cram. Keduanya menjadi bahan gunjingan, karena terutama mereka tinggal di lantai yang sama di gedung yang sama, dank arena Miss Cram selalu menggunkan rok sangat pendek dan mulutnya seakan selalu terlihat seperti ‘mengulum sesuatu yang lebih daripada sekadar sebaris gigi’.
Selain itu, masih ada pelukis muda yang ganteng, Lawrence Redding, yang melukis gadis-gadis desa menggunkan pakaian renang. Griselda, istri Pendeta yang umurnya masih 25 tahun -20 tahun lebih muda dari Pak Pendeta sendiri –juga dilukis oleh Mr. Redding walau mungkin tidak dalam pakaian renang. Yang membuat gunjingan adalah hubungan Mr. Redding dengan Lettice Protheroe, anak Kolonel Protheroe. Seluruh desa mengira Lettice ada apa-apa dengan Mr. Redding, walau Miss Marple, perawan tua yang tinggal di sebelah Wisma Pendeta, yakin Mrs. Protheroe (ibu tiri Lettice) lah yang ada apa-apa nya dengan pelukis muda itu.
Di tengah semua ‘drama itu’, pada suatu hari terjadilah kasus yang menyebalkan di gereja. Ada uang persembahan yang hilang dan Jemaat yang mempersembahkan uang tersebut kersikeras kasus ini diselidiki. Sehingga terlibatlah Kolonel Prothero. Protheroe adalah seorang Kolonel kaya raya, penguasa distrik yang tidak disukai oleh hampir semua orang di desa karena sifatnya yang sok berkuasa dan jahat, yang suka menyusahkan orang lain atas nama keadilan. Pendeta berjanji akan mengusut kasus itu dengan sang Kolonel di ruang kerjanya di Wisma Pendeta pada pukul 6.15 petang.
Namun sore itu Pendeta mendapat telepon gawat bahwa seseorang di desa sakit keras dan akan segera meninggal. Pendeta bergegas menuju rumah orang tersebut untuk mendampingi di saat sakrat maut. Betapa herannya ia menemukan bahwa si sakit sebenarnya sudah hampir sembuh dan bahwa keluarga itu tidak pernah meneleponnya sore itu. Dipenuhi pikiran akan telepon iseng, Pak Pendeta pulang untuk menemui Kolonel Protheroe, si pemberang yang pastinya sudah menunggunya di ruang kerjanya. Betapa kagetnya ia ketika menemukan sang Kolonel sudah tergeletak tewas karena ditembak, tertelungkup di atas meja tulis sang pendeta.
Siapakah yang telah membunuh Pak Kolonel? Anaknya, Lettice, yang juga pemberang dan suka seenaknya sendiri? Istrinya, Anne, yang pendiam tapi terlihat tidak bahagia? Redding, pelukis itu? Mrs. Lestrange, yang asal usulnya beserta alasan kepindahannya ke St. Mary Mead sangat misterius? Griselda, istri Pendeta yang sifat dan sikapnya sama sekali tidak seperti istri pendeta? Atau kah orang yang sama sekali lain, yang punya motif tersendiri, salah satu di antara banyak orang yang punya dendam terhadap sang Kolonel yang dibenci banyak orang?



Novel ini diceritakan lewat narasi Pendeta Clement. Keterlibatannya dalam kasus ini tidak bisa dihindarkan karena TKPnya adalah ruang kerja pribadinya, tempat Pendeta menyusun khotbah-khotbahnya dan bertemu dengan para jemaatnya. Selain itu, ada juga Dr. Haydock, sahabat Pendeta yang pemikiran-pemikirannya akan moral sedikit berbeda dengan Pendeta Clement. Ada juga polisi-polisi yang terlibat, Inspektur Slack yang menyebalkan dan Kolonel Malchette yang kelelahan. Namun semua pria ini dengan teori-teori mereka yang disusun berdasarkan perspektif profesi mereka masing-masing, terkalahkan oleh seorang Miss Marple, perawan tua yang tinggal sendiri di sebelah rumahnya yang bertaman luas di sebelah Wisma Pendeta.
Miss Marple punya hobi berkebun, yang memungkinkannya melihat segala sesuatu yang lewat di jalan dekat rumahnya. Ia juga senang mengamati burung-burung lewat teropong, dan kadang-kadang yang ia perhatikan bukan sekadar burung. Namun hobinya yang terbesar adalah sifat manusia. Miss Marple berteori bahwa seluruh manusia di bumi ini bisa dikelompokkan dalam beberapa kelompok menurut sifat psikologis mereka. Misalnya Inspektur Slack sangat bisa disamakan dengan gadis pelayan di toko sepatu yang bersikeras menjual sepatu kepada seorang pelanggan yang sebenarnya ingin sepatu yang lain. Lewat hobi-hobinya ini, Miss Marple bisa dengan tepat menebak apa yang sebenarnya terjadi dari berbagai potongan fakta, dan siapa si pembunuh yang sebenarnya beserta motifnya.
Dari semua detektifnya Agatha Christie, Miss Marple adalah detektif favorit saya (yang kedua adalah Poirot). Biasanya kasus-kasus Miss Marple bertemakan pedesaan Inggris yang sepi dan klasik juga koreng-koreng moral yang mengendap di dasar jiwa anggota masyarakat terkemuka. Saya tidak terlalu suka kasus yang melibatkan agen-agen rahasia negara. Selain itu, ada juga kepuasan tersendiri ketika kita berusaha menyusun peristiwa-peristiwa misterius menjadi serangkaian effect and cause yang runtut dan logis.
Cerita ini mungkin bukan cerita Miss Marple favorit saya, tapi cerita ini agak lebih rumit dari kisah-kisah yang lain, karena kasus ini melibatkan analisis waktu yang sangat tepat sampai ke menit-menitnya untuk menyusun dan mematahkan alibi para tersangka. Kasus ini juga mengharuskan para pembaca mengerti denah desa St. Mary Mead untuk mengerti pola kejadiannya. Untuk itu, Christie menyediakan denah desa dan lingkungan tetangga Wisma Pendeta. Baru kali ini saya membaca buku Agatha Christie yang ada ilustrasi denahnya. Ada juga denah ruangan TKP, lengkap dengan tata letak furniturnya. Tapi menurut saya ada beberapa letak kursi dan meja yang tidak nyaman. Di novel digambarkan meja tulis tempat mayat tergeletak terletak di sudut ruangan, menghadap ke siku-siku pojok ruangan. Munurut saya di dunia nyata itu adalah penataan letak meja kerja yang sangat tidak nyaman. Orang kan lebih suka bekerja di dekat jendela supaya bisa mendapat angin segar dan pemandangan luas, bukan sudut ruangan tempat bertemunya dinding dengan dinding. Dan lagi penataan letak itu pasti membuat meja dan lantainya susah dibersihkan.
Selain itu, penggambaran Christie akan segala sesuatu selalu mutlak, tidak ada yang tanggung. Misalnya, semua orang setuju bahwa Mrs. Lestrange itu sangat cantik, Miss Cram itu sangat seksi, Miss Letice itu sangat menyebalkan, dan St. Mary Mead itu desa yang sangat sepi dan membosankan. Semua penggambaran dibantu dengan kata sangat yang membuat semua itu berkarakter terlalu kuat.

 Tokoh-tokoh

  • Pendeta Leonard Clement
  • Griselda Clement
  • Dennis Clement, keponakan Pendeta berusia 16 tahun yang bersemangat menyelidiki kasus di rumahnya ini.
  • Mary, gadis pembantu rumah tangga di Wisma Pendeta yang pembawaannya kasar, ceroboh, dan tidak cakap
  • Kolonel Protheroe
  • Lettice Protheroe
  • Anne Protheroe
  • Lawrence Redding
  • Mrs. Lestrange
  • Hawes, asisten Pendeta, yang terlihat sakit dan penggugup akhir-akhir ini
  • Miss Cram
  • Dr. Stone
  • Dr. Haydock
  • Inspektur Slack
  • Kolonel Malchette
  • Miss Marple
  • Mrs. Price Ridley, Miss Hartnell, Miss Wetherby: bersama Miss Marple, ketiganya adalah janda dan perawan-perawan tua yang paling kurang kerjaan dan paling suka bergunjing di lingkungan itu.
  • Raymond West, keponakan Miss Marple yang datang berkunjung. Penulis sukses yang menganggap desa St. Mary Mead membosankan.

.
Kutipan:
1. hal. 54-55
Kolonel Protheroe: “…Aku berpendapat otang harus menanggung semua perbuatannya dengan setimpal…mengapa seseorang diampuni dari hukuman atas perbuatannya hanya karena ia mengeluh tentang istri dan anaknya? Semua sama bagiku –tak pedua siapa pun dia… jika ia menlanggar hukum, biarlah hukum mengadili dia. Pasti kau setuju denganku.”
Pendeta Clement: “Kau lupa. Panggilan hidupku mewajibkan aku untuk menjunjung tinggi satu nilai di atas nilai-nilai lain –nilai pengampunan.”

2. hal 167
Dr. Haydock: “…Kita sekarang ngeri kalau ingat bagaimana kita dulu menghukum para wanita tukang sihir dengan membakar mereka. Aku percaya akan tiba saatnya kelak kita akan gemetar memikirkan bahwa kita pernah menggantung para penjahat…”
(Cerita ini memang berlangsung di masa ketika Inggris menghukum pembunuh dengan hukuman mati, misalnya hukum gantung atau kursi listrik.)
3. hal 178
Hawes: “… Saya terkesan oleh ucapan Anda sendiri, bahwa jika kelak ia mati, dia tak akan diadili berdasarkan kasih, tapi berdasarkan keadilan semata.”
(Tema moral yang diangkat di novel ini adalah tentang keadilan yang bertentangan dengan kasih, terutama karena kasih adalah jiwa agama Kristen. Hal ini tidak bisa dihindarkan karena narrator adalah seorang Pendeta. Mungkin Christie punya gagasan tentang hal ini, karenanya ia memilih seorang pendeta sebagai penutur cerita).
4. hal 196
Narator (Pdt. Clement): Tak ada yang lebih tak manusiawi daripada topeng yang dikenakan seorang pembantu yang baik.
(Para pembantu (maids dan servants) berperan penting dalam kehidupan para majikannya. Mereka jarang jadi korban atau tersangka dalam tulisan-tulisan Christie, namun lebih menjadi sumber informasi penting yang dibagi di ruang pembantu. Sebagai pembantu yang baik mereka sering harus berpenampilan polos, efisien, tanpa perasaan atau kemanusiawian sehingga tanpa sadar para majikan bisa mengekspresikan diri mereka dihadapan para pembantu karena mereka itu seperti furnitur saja yang tidak punya mata dan telinga selain sebagai fungsi-fungsi professional mereka. Namun, para pembantu Inggris, seperti yang digambarkan oleh Agatha Christie, adalah orang-orang terhormat yang professional, bukan pelayan tanpa harga diri yang dipandang sangat rendah oleh majikan-majikannya.)
5. hal 237
Lawrence Redding: “Percuma saja, polisi amat berkuasa.”
6. hal 255
Raymond West: “Saya beranggapan St. Mary Mead ini seperti kolam yang dangkal.”
Miss Jane Marple: “Menurut pendapatku, tak ada sesuatu pun yang begitu penuh tanda-tanda kehidupan seperti setetes air dari kolam dangkal yang dilihat di bawah mikroskop.”

7. hal 256
Miss Marple: “Hidup itu ternyata hampir sama di mana saja…. Dilahirkan, menjadi dewasa –bergaul dengan orang lain –terjadi benturan-benturan –lalu menikah dan lahirlah bayi-bayi…”
Raymond West: “Akhirnya mati… Dan mati yang tidak disertai akte kematian. Mati selagi masih hidup.”

8. hal 257
 Raymond West: “…Apa yang terjadi dalam hidup ini selalu tidak sama dengan apa yang seharusnya terjadi.”

9. hal 256
Narator (Pdt. Clement): Anak yang malang. Cinta monyet adalah penyakit yang ganas.

10. hal 284
Narator (Pdt. Clement): Sering aku heran mengapa seluruh dunia cenderung mengambil kesmpulan secara umum. Kesimpulan-kesimpulan begitu jarang sekali atau tak pernah benar, dan biasanya sangat tidak cermat.

11. hal 322
Narator (Pdt. Clement): Waktu adalah sesuatu yang ganjil.

12. hal 327-328
Narator (Pdt. Clement): Massa adalah sesuatu yang aneh…emosi massa adalah sesuatu yang ganjil dan menakutkan.

13. hal 329
Pdt. Clement: “Malam ini juga jiwamu akan menggugatmu.”
14. hal. 265
 Miss Marple: “Saya tahu bahwa dalam buku cerita pelakunya selalu orang yang sama sekali tak terduga. Tapi dalam kehidupan yang sebenarnya, ini tidak cocok. Sering kali yang gamblang itulah yang benar.”

15. hal 328
Narator (Pdt. Clement): Seorang pecinta kemanusiaan yang fanatik, jika marah maka kemarahannya akan liar dan kasar seperti itu.

16. hal 383
Miss Marple: “…Orang muda berpendapat bahwa orang tua itu tolol –tapi orang tua tahu bahwa orang muda itu tolol!”

17. hal 385
Lettice Protheroe: “…Dan kebencian membuat semuanya lebih mudah bagi kita.”


Novel-novel Agatha Christie lainnya yang bagus:
Mayat dalam Perpustakaan, Kasus-kasus Terakhir Miss Marple, Kasus-kasus Perdana Poirot, Gadis Ketiga, Burung-burung Hitam, Sepuluh Anak Negro, Kereta 4.50 dari Paddington, Nemesis, dan sebuah kumpulan cerpen dengan tokoh misterius bernama Mr. Quinn yang seperti Harlequin.