Pembunuhan di Wisma Pendeta
Christie, Agatha. Pembunuhan
di Wisma Pendeta. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2002.
Pengarang: Agatha Christie
Alih bahasa Indonesia: A. Adiwiyoto
Judul asli: The Murder at the Vicarage (1930), diterbitkan
oleh Collins Crime Club (Inggris) dan Dodd Mead and Company (Amerika Serikat)
Setting: Desa fiktif, St. Mary Mead, di Inggris sekitar
akhir 1920-an atau awal 1930-an
Sinopsis
Leonard Clement adalah suami yang menggemaskan bagi
Griselda, paman yang baik bagi Dennis, dan pendeta yang selalu bisa diandalkan
oleh penduduk desa St. Mary Mead. Desa ini sepi dan terpencil, dihuni
orang-orang yang tidak menarik. Hampir tidak ada petualangan luar biasa yang
bisa terjadi di desa ini. Saking monotonnya kehidupan di desa, kebanyakan
penduduk desa sangat suka bergosip dan suka sekali membesar-besarkan hal-hal
sepele karena mereka begitu rindu akan drama kehidupan. Pendeta Clement selalu
berusaha mentoleransi gunjingan-gunjingan tidak penting di antara ibu-ibu tua
jemaat gereja, sambil selalu berusaha menebak apa yang ada di pikiran istrinya
yang masih sangat muda dan kekanak-kanakan.
Pak Pendeta selalu punya hal-hal untuk dipikirkan.
Permasalahan moral di desa biasanya lebih sederhana daripada di kota, tapi
karena semua orang di desa saling kenal dan penduduknya lebih sedikit, suatu skandal
kecil akan mengundang perhatian semua orang. Misalnya kedatangan Mrs.
Lestrange, nyonya muda sangat cantik yang misterius yang tinggal di sebuah pondok
di desa. Semua orang menggunjingkannya karena ia terlihat terlalu mahal bagi
orang yang memilih terdampar di desa terpencil itu. Selain itu tidak pernah
nampak ada seorang Mr. Lestrange yang mendampinginya sehingga muncul spekulasi,
apakah ia seorang janda ataukah ia punya masalah dengan rumah tangganya.
Ada juga seorang arkeolog bernama Dr. Stone yang menggali
suatu situs di desa itu. Ia tinggal di Blue Boar, penginapan lokal, dengan
sekretarisnya yang sangat muda dan seksi, Miss Gladys Cram. Keduanya menjadi
bahan gunjingan, karena terutama mereka tinggal di lantai yang sama di gedung
yang sama, dank arena Miss Cram selalu menggunkan rok sangat pendek dan
mulutnya seakan selalu terlihat seperti ‘mengulum sesuatu yang lebih daripada
sekadar sebaris gigi’.
Selain itu, masih ada pelukis muda yang ganteng, Lawrence
Redding, yang melukis gadis-gadis desa menggunkan pakaian renang. Griselda, istri
Pendeta yang umurnya masih 25 tahun -20 tahun lebih muda dari Pak Pendeta
sendiri –juga dilukis oleh Mr. Redding walau mungkin tidak dalam pakaian
renang. Yang membuat gunjingan adalah hubungan Mr. Redding dengan Lettice
Protheroe, anak Kolonel Protheroe. Seluruh desa mengira Lettice ada apa-apa
dengan Mr. Redding, walau Miss Marple, perawan tua yang tinggal di sebelah
Wisma Pendeta, yakin Mrs. Protheroe (ibu tiri Lettice) lah yang ada apa-apa nya
dengan pelukis muda itu.
Di tengah semua ‘drama itu’, pada suatu hari terjadilah kasus
yang menyebalkan di gereja. Ada uang persembahan yang hilang dan Jemaat yang
mempersembahkan uang tersebut kersikeras kasus ini diselidiki. Sehingga
terlibatlah Kolonel Prothero. Protheroe adalah seorang Kolonel kaya raya, penguasa
distrik yang tidak disukai oleh hampir semua orang di desa karena sifatnya yang
sok berkuasa dan jahat, yang suka menyusahkan orang lain atas nama keadilan.
Pendeta berjanji akan mengusut kasus itu dengan sang Kolonel di ruang kerjanya
di Wisma Pendeta pada pukul 6.15 petang.
Namun sore itu Pendeta mendapat telepon gawat bahwa
seseorang di desa sakit keras dan akan segera meninggal. Pendeta bergegas
menuju rumah orang tersebut untuk mendampingi di saat sakrat maut. Betapa
herannya ia menemukan bahwa si sakit sebenarnya sudah hampir sembuh dan bahwa
keluarga itu tidak pernah meneleponnya sore itu. Dipenuhi pikiran akan telepon
iseng, Pak Pendeta pulang untuk menemui Kolonel Protheroe, si pemberang yang
pastinya sudah menunggunya di ruang kerjanya. Betapa kagetnya ia ketika
menemukan sang Kolonel sudah tergeletak tewas karena ditembak, tertelungkup di
atas meja tulis sang pendeta.
Siapakah yang telah membunuh Pak Kolonel? Anaknya, Lettice,
yang juga pemberang dan suka seenaknya sendiri? Istrinya, Anne, yang pendiam
tapi terlihat tidak bahagia? Redding, pelukis itu? Mrs. Lestrange, yang asal
usulnya beserta alasan kepindahannya ke St. Mary Mead sangat misterius?
Griselda, istri Pendeta yang sifat dan sikapnya sama sekali tidak seperti istri
pendeta? Atau kah orang yang sama sekali lain, yang punya motif tersendiri,
salah satu di antara banyak orang yang punya dendam terhadap sang Kolonel yang
dibenci banyak orang?
Novel ini diceritakan lewat narasi Pendeta Clement.
Keterlibatannya dalam kasus ini tidak bisa dihindarkan karena TKPnya adalah
ruang kerja pribadinya, tempat Pendeta menyusun khotbah-khotbahnya dan bertemu
dengan para jemaatnya. Selain itu, ada juga Dr. Haydock, sahabat Pendeta yang
pemikiran-pemikirannya akan moral sedikit berbeda dengan Pendeta Clement. Ada
juga polisi-polisi yang terlibat, Inspektur Slack yang menyebalkan dan Kolonel
Malchette yang kelelahan. Namun semua pria ini dengan teori-teori mereka yang
disusun berdasarkan perspektif profesi mereka masing-masing, terkalahkan oleh
seorang Miss Marple, perawan tua yang tinggal sendiri di sebelah rumahnya yang
bertaman luas di sebelah Wisma Pendeta.
Miss Marple punya hobi berkebun, yang memungkinkannya
melihat segala sesuatu yang lewat di jalan dekat rumahnya. Ia juga senang
mengamati burung-burung lewat teropong, dan kadang-kadang yang ia perhatikan
bukan sekadar burung. Namun hobinya yang terbesar adalah sifat manusia. Miss Marple berteori bahwa seluruh manusia di bumi
ini bisa dikelompokkan dalam beberapa kelompok menurut sifat psikologis mereka.
Misalnya Inspektur Slack sangat bisa disamakan dengan gadis pelayan di toko
sepatu yang bersikeras menjual sepatu kepada seorang pelanggan yang sebenarnya
ingin sepatu yang lain. Lewat hobi-hobinya ini, Miss Marple bisa dengan tepat
menebak apa yang sebenarnya terjadi dari berbagai potongan fakta, dan siapa si
pembunuh yang sebenarnya beserta motifnya.
Dari semua detektifnya Agatha Christie, Miss Marple adalah
detektif favorit saya (yang kedua adalah Poirot). Biasanya kasus-kasus Miss
Marple bertemakan pedesaan Inggris yang sepi dan klasik juga koreng-koreng
moral yang mengendap di dasar jiwa anggota masyarakat terkemuka. Saya tidak
terlalu suka kasus yang melibatkan agen-agen rahasia negara. Selain itu, ada
juga kepuasan tersendiri ketika kita berusaha menyusun peristiwa-peristiwa
misterius menjadi serangkaian effect and
cause yang runtut dan logis.
Cerita ini mungkin bukan cerita Miss Marple favorit saya,
tapi cerita ini agak lebih rumit dari kisah-kisah yang lain, karena kasus ini
melibatkan analisis waktu yang sangat tepat sampai ke menit-menitnya untuk
menyusun dan mematahkan alibi para tersangka. Kasus ini juga mengharuskan para
pembaca mengerti denah desa St. Mary Mead untuk mengerti pola kejadiannya.
Untuk itu, Christie menyediakan denah desa dan lingkungan tetangga Wisma
Pendeta. Baru kali ini saya membaca buku Agatha Christie yang ada ilustrasi
denahnya. Ada juga denah ruangan TKP, lengkap dengan tata letak furniturnya.
Tapi menurut saya ada beberapa letak kursi dan meja yang tidak nyaman. Di novel
digambarkan meja tulis tempat mayat tergeletak terletak di sudut ruangan,
menghadap ke siku-siku pojok ruangan. Munurut saya di dunia nyata itu adalah
penataan letak meja kerja yang sangat tidak nyaman. Orang kan lebih suka
bekerja di dekat jendela supaya bisa mendapat angin segar dan pemandangan luas,
bukan sudut ruangan tempat bertemunya dinding dengan dinding. Dan lagi penataan
letak itu pasti membuat meja dan lantainya susah dibersihkan.
Selain itu, penggambaran Christie akan segala sesuatu selalu
mutlak, tidak ada yang tanggung. Misalnya, semua orang setuju bahwa Mrs.
Lestrange itu sangat cantik, Miss Cram itu sangat seksi, Miss Letice itu sangat
menyebalkan, dan St. Mary Mead itu desa yang sangat sepi dan membosankan. Semua
penggambaran dibantu dengan kata sangat yang
membuat semua itu berkarakter terlalu kuat.
Tokoh-tokoh
- Pendeta Leonard Clement
- Griselda Clement
- Dennis Clement, keponakan Pendeta berusia 16 tahun yang bersemangat menyelidiki kasus di rumahnya ini.
- Mary, gadis pembantu rumah tangga di Wisma Pendeta yang pembawaannya kasar, ceroboh, dan tidak cakap
- Kolonel Protheroe
- Lettice Protheroe
- Anne Protheroe
- Lawrence Redding
- Mrs. Lestrange
- Hawes, asisten Pendeta, yang terlihat sakit dan penggugup akhir-akhir ini
- Miss Cram
- Dr. Stone
- Dr. Haydock
- Inspektur Slack
- Kolonel Malchette
- Miss Marple
- Mrs. Price Ridley, Miss Hartnell, Miss Wetherby: bersama Miss Marple, ketiganya adalah janda dan perawan-perawan tua yang paling kurang kerjaan dan paling suka bergunjing di lingkungan itu.
- Raymond West, keponakan Miss Marple yang datang berkunjung. Penulis sukses yang menganggap desa St. Mary Mead membosankan.
.
Kutipan:
1. hal. 54-55
Kolonel Protheroe: “…Aku berpendapat otang harus menanggung
semua perbuatannya dengan setimpal…mengapa seseorang diampuni dari hukuman atas
perbuatannya hanya karena ia mengeluh tentang istri dan anaknya? Semua sama
bagiku –tak pedua siapa pun dia… jika ia menlanggar hukum, biarlah hukum
mengadili dia. Pasti kau setuju denganku.”
Pendeta Clement: “Kau lupa. Panggilan hidupku mewajibkan aku
untuk menjunjung tinggi satu nilai di atas nilai-nilai lain –nilai
pengampunan.”
2. hal 167
Dr. Haydock: “…Kita sekarang ngeri kalau ingat bagaimana
kita dulu menghukum para wanita tukang sihir dengan membakar mereka. Aku
percaya akan tiba saatnya kelak kita akan gemetar memikirkan bahwa kita pernah
menggantung para penjahat…”
(Cerita ini memang berlangsung di masa ketika Inggris
menghukum pembunuh dengan hukuman mati, misalnya hukum gantung atau kursi
listrik.)
3. hal 178
Hawes: “… Saya terkesan oleh ucapan Anda sendiri, bahwa jika
kelak ia mati, dia tak akan diadili berdasarkan kasih, tapi berdasarkan
keadilan semata.”
(Tema moral yang diangkat di novel ini adalah tentang
keadilan yang bertentangan dengan kasih, terutama karena kasih adalah jiwa
agama Kristen. Hal ini tidak bisa dihindarkan karena narrator adalah seorang
Pendeta. Mungkin Christie punya gagasan tentang hal ini, karenanya ia memilih
seorang pendeta sebagai penutur cerita).
4. hal 196
Narator (Pdt. Clement): Tak ada yang lebih tak manusiawi
daripada topeng yang dikenakan seorang pembantu yang baik.
(Para pembantu (maids dan
servants) berperan penting dalam
kehidupan para majikannya. Mereka jarang jadi korban atau tersangka dalam
tulisan-tulisan Christie, namun lebih menjadi sumber informasi penting yang
dibagi di ruang pembantu. Sebagai pembantu yang baik mereka sering harus
berpenampilan polos, efisien, tanpa perasaan atau kemanusiawian sehingga tanpa
sadar para majikan bisa mengekspresikan diri mereka dihadapan para pembantu
karena mereka itu seperti furnitur saja yang tidak punya mata dan telinga
selain sebagai fungsi-fungsi professional mereka. Namun, para pembantu Inggris,
seperti yang digambarkan oleh Agatha Christie, adalah orang-orang terhormat
yang professional, bukan pelayan tanpa harga diri yang dipandang sangat rendah
oleh majikan-majikannya.)
5. hal 237
Lawrence Redding: “Percuma saja, polisi amat berkuasa.”
6. hal 255
Raymond West: “Saya beranggapan St. Mary Mead ini seperti
kolam yang dangkal.”
Miss Jane Marple: “Menurut pendapatku, tak ada sesuatu pun
yang begitu penuh tanda-tanda kehidupan seperti setetes air dari kolam dangkal
yang dilihat di bawah mikroskop.”
7. hal 256
Miss Marple: “Hidup itu ternyata hampir sama di mana saja….
Dilahirkan, menjadi dewasa –bergaul dengan orang lain –terjadi
benturan-benturan –lalu menikah dan lahirlah bayi-bayi…”
Raymond West: “Akhirnya mati… Dan mati yang tidak disertai
akte kematian. Mati selagi masih hidup.”
8. hal 257
Raymond West: “…Apa
yang terjadi dalam hidup ini selalu tidak sama dengan apa yang seharusnya
terjadi.”
9. hal 256
Narator (Pdt. Clement): Anak yang malang. Cinta monyet
adalah penyakit yang ganas.
10. hal 284
Narator (Pdt. Clement): Sering aku heran mengapa seluruh
dunia cenderung mengambil kesmpulan secara umum. Kesimpulan-kesimpulan begitu
jarang sekali atau tak pernah benar, dan biasanya sangat tidak cermat.
11. hal 322
Narator (Pdt. Clement): Waktu adalah sesuatu yang ganjil.
12. hal 327-328
Narator (Pdt. Clement): Massa adalah sesuatu yang aneh…emosi
massa adalah sesuatu yang ganjil dan menakutkan.
13. hal 329
Pdt. Clement: “Malam
ini juga jiwamu akan menggugatmu.”
14. hal. 265
Miss Marple: “Saya
tahu bahwa dalam buku cerita pelakunya selalu orang yang sama sekali tak
terduga. Tapi dalam kehidupan yang sebenarnya, ini tidak cocok. Sering kali
yang gamblang itulah yang benar.”
15. hal 328
Narator (Pdt. Clement): Seorang pecinta kemanusiaan yang
fanatik, jika marah maka kemarahannya akan liar dan kasar seperti itu.
16. hal 383
Miss Marple: “…Orang muda berpendapat bahwa orang tua itu tolol –tapi orang tua tahu bahwa orang muda itu tolol!”
17. hal 385
Lettice Protheroe: “…Dan kebencian membuat semuanya lebih
mudah bagi kita.”
Novel-novel Agatha
Christie lainnya yang bagus:
Mayat dalam
Perpustakaan, Kasus-kasus Terakhir Miss Marple, Kasus-kasus Perdana Poirot, Gadis
Ketiga, Burung-burung Hitam, Sepuluh Anak Negro, Kereta 4.50 dari Paddington, Nemesis,
dan sebuah kumpulan cerpen dengan tokoh misterius bernama Mr. Quinn yang seperti
Harlequin.
No comments:
Post a Comment